Kode Etik Pecinta Alam Se-Indonesia


“PECINTA ALAM INDONESIA SADAR BAHWA ALAM BESERTA ISINYA ADALAH CIPTAAN TUHAN YANG MAHA ESA"

“PECINTA ALAM INDONESIA SEBAGAI BAGIAN DARI MASYARAKAT INDONESIA SADAR AKAN TANGGUNG JAWAB KAMI KEPADA TUHAN, BANGSA DAN TANAH AIR”


”PECINTA ALAM INDONESIA SADAR BAHWA PECINTA ALAM ADALAH SEBAGAI MAKHLUK YANG MENCINTAI ALAM SEBAGAI ANUGERAH TUHAN YANG MAHA ESA“


Sesuai dengan hakekat diatas kami dengan kesadaran menyatakan:
1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memelihara alam beserta isinya serta menggnakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya.
3. Mengabdi kepada Bangsa dan Tanah Air.
4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya.
5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam.
6. Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan Tanah air.
7. Selesai.

DIKLATSAR CALON ANGGOTA TETAP HIMPAS'K ANGKATAN XX
27-28 JANUARI 2008
LEMBAH KERA BASECAMP SUMURAN, PAGAK, MALANG
Hari Pertama
Minggu, 27 Januari 2008

10.30 : Tiba di sekolah dan persiapan

Karena di surat pemberitahuan orang tua disebutkan bahwa semua peserta diklatsar akan berangkat menuju Gampingan jam 11.00, jadi jam 10.30 kami sudah datang di sekolah untuk mempersiapkan segalanya. Kami membawa tas ransel super besar yang berisi barang-barang kami. Setelah makan bekal bersama-sama, kami berkumpul di halaman depan SMEA (SMK) Kepanjen untuk melakukan packing secara benar.
Mula-mula tas kami dibongkar oleh kakak-kakak senior hingga tidak tersisa satu barang pun di dalam tas. Kemudian kami mencatat satu per satu semua barnag yang telah dikeluarkan. Lalu kakak senior membantu packing dengan memasukkan barang-barang sejenis ke dalam kantong plastik. Cara packing yang mereka ajarkan adalah :

Makanan / Alat-Alat Tulis
Air Logistik Air
Pakaian
Selimut
Matras


12.30 : Apel Pembukaan diklatsar

Dalam apel ini yang menjadi Pembina Upacara adalah Pak Yadi. Saat itu kami menyanyikan lagu Mars Himpas’k, Padamu Negeri dan Syukur. Dan kami dibacakan peraturan yang berlaku selama kami di lokasi diklatsar serta sangsi atas pelanggaran-pelanggarannya.

Perasaan kami :
Kami sangat deg-degan dan tidak sabar mengikuti diklat yang sesungguhnya.


13.00 : Berangkat diklatsar

Kami berangkat diklatsar menuju desa Gampingan dengan naik 1 mobil truk. Mobil tersebut mampu mengangkut semua anggota dan calon anggota beserta semua barang bawaan kami. Bendera kebesaran Himpas’k berkibar dengan gagahnya teroyak angin yang mengantar kami di sepanjang jalan.

Perasaan kami :
Senang, namun agak canggung karena semua mata menuju pada kami di sepanjang jalan menuju Gampingan.


13.30 : Tiba di lapangan Gampingan dan memulai perjalanan menuju lembah Kera

Truk berhenti dan kami bergiliran turun satu per satu. Kemudian kami berbaris 2 sab. Salah satu pelatih kami, Pak Yus membagikan 2 permen karet Big Babol yang harus rata dimakan untuk 19 orang.
Akhirnya, dengan berprinsipkan KEBERSAMAAN , kami berinisiatif untuk membagi permen karet tersebut kecil-kecil sama rata dengan tangan kami yang kotor karena telah melaksanakan bonus dari kakak-kakak senior berupa 2 set sebagai pemanasan sebelum kami menempuh perjalanan panjang menuju Lembah Kera.

Perasaan kami :
Lega, dan tidak sabar untuk sebuah petualangan menegangkan mendaki gunung-gunung yang menjulang tinggi yang sudah terpampang jelas di depan pelupuk mata.


13.45 : Menempuh perjalanan panjang menuju Lembah Kera

Kami berbaris per regu. Regu 1 mendapat kepercayaan memegang bendera kebesaran Himpas’k. Dan sebagai regu 2 kami, kami merasa bangga berjalan mengiringi bendera Himpas’k yang terus berkibar teroyak angin sepanjang perjalanan. Sekitar 15 menit perjalanan, kami beristirahat untuk minum dan membenarkan tas ransel beberapa orang anggota diklatsar yang putus dalam perjalanan.
Tas tersebut disambungkan lagi dengan kemiti. Dari pengalaman tersebut, kami belajar 1 hal, yaitu kemiti benda kecil ini walaupun terkesan remeh, namun ternyata sangat berguna.

Kondisi Kelompok : Semua anggota dalam keadaan baik. Tak ada satu orang pun yang sakit . Kami semua bersemangat melangkah di jalan setapak menuju Lembah Kera. Dalam perjalanan ini, kami memang diajarkan untuk berjalan dengan tertib dan tidak gaduh, tapi tetap penuh semangat.


15.00 : Tiba di Lembah Kera

Waktu itu sudah agak sore. Ketika kali pertama melihat tebing Lembah Kera yang begitu menakjubkan, kami benar-benar kagum atas kebesaran Tuhan yang telah menciptakan tempat seindah ini. Kami meluruskan kaki sambil bersandar di tebing-tebing curam yang dikelilingi gunung di kanan kiri pandangan mata kami. HEBAT...!!

Perasaan kami : Puas, karena perjalanan panjang yang cukup membuat pundak pegal karena ransel yang amat berat, akhirnya terbayar dengan pemandangan dan hawa sejuk di lereng gunung, serta suara air sungai yang mengalir deras, dan angin yang bertepuk riuh dengan daun-daun pepohonan rindang benar-benar menyegarkan jiwa.


15.30 : Membangun Bifak

Setelah cukup beristirahat, kami mulai mempraktekkan salah satu ilmu yang selama ini kami pelajari di sipon. Yaitu salah satunya adalah mendirikan bifak. Karena tempat mendirikan bifak adalah di tepi tebing, maka cara membuatnya adalah dengan mengaitkan ujung-ujung ponco pada pasak yang telah dipasang di tebing, dan ujung yang lain dikaitkan dengan di pasak yang sudah ditancapkan di tanah. Untuk membuat bifak yang bagus setidak-tidaknya diperlukan 2-3 ponco dan jangan sampai bagian bifak terbuka, karena akan memudahkan apabila ada hewan liar yang masuk ke dalam bifak.
Sementara sebagian anggota membuat bifak, sebagian lagi memasak mi instan dengan menggunakan kompor spirtus sederhana yang sudah dipersiapkan dari rumah.

Perasaan kami : Sangat bingung dan panik, karena ketika kami mencoba berfikir untuk meletakkan pasak dan mengaitkan pada ponco, kami selalu saja dibentak-bentak dengan keras oleh para kakak senior, lagi pula karena kami masih belum begitu mahir mendirikan bifak, kami bukannnya dibantu tapi malah berteriak-teriak tidak jelas yang membuyarkan konsentrasi kami. Ketika kami mencoba berdiskusi, katanya kami dilarang bicara ! ANEHHH ??? Setelah menelan sendokan terakhir mie – entah apa makanan itu masih bisa disebut mie – kami, kami langsung berlari ke tenda panitia dan melaksanakan 1 set karena kami kelompok paling LELET – kata-kata khas anak senior dalam membuat bifak menyebalkan...


14.30 : Materi dan Praktek Rock Climbing

Kami terpaksa harus ketinggalan materi tentang satu hal yang sangat menantang ini. Dari pelatih kami, Pak Yus kami tahu banyak hal tentang Rock Climbing, atau dalam bahasa Indonesianya Panjat Tebing. Diantaranya mengartikan tulisan dari nama setiap tebing, hanger, naik ke atas dengan gaya cicak merayap, serta kembali turun ke bawah dengan gaya katak melompat. Walaupun kelihatannya sangat mudah, namun ternyata melakukan rock climbing sangat sulit. Sangat berat untuk menumpukan berat badan pada tangan. Sehingga untuk naik sangat sulit.
Namun ternyata untuk lebih ringannya, tumpuan berat badan ada di kaki, bukan di tangan. Begitulah kata Kak Syaiful. Dari ke-19 peserta diklatsar, hanya 1 orang yang mampu naik sampai ke atas dan menyentuh .... , itu pun bukan dari kelompok kami.

Perasaan kami : awalnya kami semua tertangtang untuk mencobanya. Tapi pada akhirnya, kami tahu bahwa ternyata rock climbing tidak semudah yang kami bayangkan.


18.00 : Istirahat

Hari menjelang malam, kami diberi waktu beristirahat. Hal yang kami lakukan adalah membongkar seisi bifak, kemudian merapikannya kembali, memastikan tidak ada hewan berbahaya apapun yang menyelinap diantara ransel kami.
Kemudian waktu kami bermaksud untuk membereskan rantang, bekas makan siang kami tadi. Ternyata ada 1 kecoa hutan yang menempel di dalamnya. Kecoa itu meloncat entah kemana dan akhirnya hinggap di tangan Adhita. Ternyata gigitan kecoa hutan cukup menyakitkan. Hal ini cukup membuat bifak kami kacau. Kami semua panik dan beberapa saat kemudian, dengan bantuan senter, dan kejelian penglihatan kami, kami menemukan kecoa itu berjalan mengendap keluar dari bifak kami. Andhita yang dendam karena telah digigit melampiaskan kekesalannya dengan memukul kecoa itu dengan satu pukulan maut dengan sandal. Seketika itu kami langsung menaburi sekeliling bifak dan seisi bifak kami dengan garam gosok. Mengantisipasi ada hewan melata yang masuk ke tempat perlindungan kami. Kemudia kami masuk bifak, menyalakan senter, ngemil, bercerita dan tertawa keras hingga akhirnya Kak Syaiful datang memperingatkan kami. Kami merasa, dengan tertawa seperti itu, walaupun tidak membuat tasa lelah kami hilang, itu cukup membuat perasaan kami segar kembali setelah 7 jam dibentak-bentak.

Perasaan kami : Lelah. Bifak yang benar-benar tidak nyaman. Kami harus bersandar di ransel dan menekuk kaki kami. Huh, kalau sudah begini, jadi ingat rumah...


17.00 : Materi tentang Survival

Setelah bercanda cukup lama, dan mengobrol banyak hal dari A sampai Z, ada panggilan untuk berkumpul dan membawa buku dan alat tulis. Kami segera mematikan lilin di luar bifak kami dan berlari ke tenda panitia.
Sekali lagi,semua peserta diklatsar diperingatkan Kak Syaiful agar tidak terlalu gaduh. Memang suara-suara kera dan hewan hutan lainnya saat malam cukup membuat kami ketakutan sendiri. Dan dengan bercanda, kami bisa mengalihkan rasa takut tersebut. Kemudian kami menerima materi tentang Survival. Seperti arti survuval, makanan yang bisa dimakan, makanan yang tidak bisa dimakan, ciri-ciri tumbuhan beracun, teknik mendapatkan air di hutan, dan survival kit. Semuanya kami catat secara seksama di buku catatan. Karena kami tahu, kami tidak akan mendapatkan ilmu seperti ini selain di sini.

Kondisi Kelompok : Semuanya baik, kecuali Andhita yang merasa sedikit pusing. Mungkin karena kecapaian. Tapi ia masih bisa mengatasi rasa sakitnya tersebut.


21.00 : “Season ke-2”

Kami diminta melepas jaket kami, untuk kekompakan. Kecuali yang sakit diperbolehkan mengenakan jaket. Dan kami diminta melakukan beberapa set, posisi tidur, kemudian mendengarkan suara alam sambil beberapa kali dibentak-bentak dengan keras.
Setelah itu laporan. Kami diajari beberapa kalimat yang harus dihafalkan dan diucapkan dengan lantang untuk LAPORAN. Kemudia mempraktekkannya di depan kakak senior. Beberapa kali mengucapkan, karena kami panik, kami terus salah dsan dibentak ! Mungkin Andita tidak tahan itu. Ia pingsan.
Setelah selesai laporan dan keadaan Andita membaik, serta semua orang sudah pulih dari keterpurukan mentalnya, kami dipersilahkan kembali ke tenda dan tidur. Rasanya tenda kami agak kosong tanpa Andita. Karena ia tidur di tenda panitia.

Perasaan kami : Kacau. Baru kali itu kami tidur menghadap tebing curam dan mendengarkan alam sambil merasa begitu panik. Benar-benar down ketika dalam dingin seperti itu kami harus dibentak-bentak.


22.30 : Tidur
“No Comment”

Hari Kedua
Senin, 28 Januari 2008

03.30 : Bangun tidur, mandi, sarapan

Saat Kak Eka membangunkan kami, sebenarnya kami sudah bangun karena tidur semalaman benar-benar tidak nyenyak.
Sebagian anggota pergi ke sungai yang ada di bawah untuk membrsihkan diri, dan sebagian lagi membersihkan bifak.
Di pagi yang buta seperti ini, kami sudah mulai terbiasa dengan suara alam, lebih tepatnya suara kera. Kami menyantap indomie goreng yang terlalu matang disambut mentari pagi yang memberikan senyum terindahnya pada kami sebagai penyemangat kami menjalani hari ini, yang sepertinya akan berjalan begitu panjang.

Perasaan kami : Lega, karena kami tahu Andita baik-baik saja. Dan kami berlima akhirnya bisa menikmati mie “mblekenek” itu bersama-sama lagi. Memang, setelah beristirahat semalaman, perasaan kami jauh lebih baik daripada kemarin malam.


06.00 : Senam pagi, membongkar tenda, persiapan

Seusai sarapan, kami melakukan senam hutan dan setelah itu melakukan beberapa set lagi sebagai hukuman atas tindakan yang tidak jelas. Setelah itu kami membongkar bifak, packing ulang, dan berkumpul di tenda panitia. Dan ternyata panitia melakukan hal yang sangat tidak kami duga. Membongkar ransel kami dan menyita semua makanan dan minuman kami. Hari ini kami benar-benar akan Survival.
Sebelum berangkat, kami membakar semua sampah kami, dan muka kami docorengi dengan minyak gas. Rasanya gatal. Tapi salah satu instruktur kami menyarankan untuk menikmati rasa gatal itu.

Komentar : awal yang berat.


07.00 : Berangkat menuju Sumuran

Sepanjang perjalanan, kami mencari air di sungai kemudian mengumpukan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang bisa dimakan. Hal terbaik yang kami temui adalah bekicot, ontong, dan pepaya. Selebihnya hanya daun-daunan yang tidak akan mengganjal perut kami.
Beberapa kali kami terpaksa harus bilang “STOP !” untuk menghentikan perjalanan sebab salah satu anggota kami, Titin, menderita kram perut. Menurut Kak Syaiful sebagai pemandu kami, hal tersebut biasa terjadi bila orang itu tidak terbiasa melakukan perjalanan panjang. Hal itu bisa dilatih dengan sit up secara teratur.

Namun, diakhir perjalanan, kondisinya mulai membaik. Meskipun dia sempat merasa sulit berjalan sebab kakinya merasa kesleo, namun kami rasa, rasa semangat lah yang mendorongnya untuk tetap kuat berjalan menuju Sumuran.

Komentar : Capek.


10.00 : Tiba di Sumuran, membangun bifak

Setibanya di Sumuran, kami duduk sejenak melepas lelah kemudian membangung bifak. Sama seperti kemarin, penuh bentakan. Dan tantangan hari ini adalah membuat selokan karena keadaan medan yang miring dan cuaca buruk, sehingga kami harus mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Selesai membuat bifak, kami memakan pepaya mentah yang kami “curi” dari lahan penduduk. Melihat bifak hasil kerja keras kami, kami merasa puas. Bifak yang ini benar-benar jauh lebih baik dari bifak yang kemarin. Karena lebih kuat dan lebih besar. Lagi pula karena medannya memungkinkan, kami bisa mengikatkan tali kambing diantara 2 pohon dan menyampirkan ponco di kedua sisinya.
Sambil mengecap pepaya yang begitu keras, kami melihat tentara yang sedang latihan. Latihan mereka begitu berat kadang terbesit di benak kami, semua yang kami lalui masih belum apa-apanya bila dibandingkan dengan latihan militer mereka.
Dan ada salah seorang tentara, kelihatannya senior yang bercerita kepada anak-anak tentang profesinya. Dari matanya, kami bisa melihat anak-anak itu melihat dengan kagum dan terpesona pada tentara berseragam lengkap seperti itu. Sementara tentara senior itu duduk di bawah pohon rindang sambil membanggakan dirinya dan berharap bocah-bocah kecil yang sedang mengerumuninya itu menjadi pernerusnya, anak-anak penuh mimpi itu terus saja berdecak kagum.

Kondisi kelompok : Titin sudah membaik.


11.00 : Materi Navigasi darat dan SAR

Kami merasa bangga sebab yang memberi materi itu adalah Pak Syamsudin, senior Kak Syaiful yang datang langsung dari Malang. Beliau adalah anggota Tim SAR serta Pendiri GLAMOUR. Kami merasa terhormat orang sepenting beliau sudi memberikan sedikit ilmunya pada kami.
Kami mencatat banyak hal, mulai dari cara membaca peta, membaca legenda peta, mengetahui arah mata angin, dan menghitung back azimut. Namun jujur saja sebagian dari kami tertidur saat beliau memberikan penjelasan. Bukannya tidak menghargai, kami hanya terlalu lelah untuk menerima pelajaran.
Di sesion 2, sebelum memulai penjelasan tentang SAR, beliau menyuruh kami bermain sebuah game untuk mengusir rasa suntuk kami dan melatih kembali konsentrasi. Dan kami akui, itu cukup manjur. Kami sangat kagum ketika beliau bercerita tentang pengalamannya menjadi tim penyelamat / SAR (Search and Rescue). Bukan hanya itu, beliau juga memberi saran tentang kegiatan-kegiatan Himpas’k berikutnya yang akan lebih baik bila mengacu ke kegiatan sosial.

Komentar : Pengen bobok... Capek banget !


14.00 : Melakukan Pencarian

Ada kabar bahwa 2 kakak senior kami, yaitu Kak Sasha dan Kak Iis hilang saat mencari kayu bakar di hutan. Kami mempunyai tanggung jawab untuk mencari mereka berbekal pengetahuan SAR yang kami punya.
Kami melakukan penyisiran / sapu jagad. Ada 3 orang navigator yang memimpin penyisiran. Dengan berbekal kompas, leader diarahkan pada sudut 345°. Kemudian kami melakukan penyisiran, mencari jejak dan petunjuk, yaitu bungkus permen ataupun bungkus mie.
Banyak petunjuk yang kami temukan. Tapi tak ada satu pun yang benar. Kami gagal menemukan Kak Iis dan Kak Sasha. Mereka telah kembali, ditemukan Kakak Senior Himpas’k kelas 3 yang juga melakukan penyisiran.

Perasaan kami : Merasa bodoh.


17.00 : Memasak makanan hasil Survival dan Pembagian Makanan

Kami memasak ontong dengan merebus air terlebih dahulu lalu mengiris bagian luar ontong. Maklum, kami satu regu tidak berpengalaman sama sekali dalam memasak. Tanpa dicuci, kulit itu langsung saja kami ceburkan ke dalam air mendidih. Memang, hari ini kami mudah menyalakan api, sebab kami tidak lagi menggunakan kompor spiritus, namun menggunakan bahan dari alam, yaitu kayu bakar dan minyak tanah. Kemudian daging bekicot yang penuh liur dan lendir langsung saja kami masukkan ke dalam rantang berisi ontong dan air mendidih itu tanpa menghiraukan akan jadi apa makanan itu nanti ?.
Kami menambahkan satu-satunya bumbu andalan pamungkas kami, yaitu GARAM KASAR. Kami menutup rantang itu dan membiarkan asap mendidih mengepul keluar dari benda itu. Kami duduk mengitarinya dan merasakan hawa hangat dan bau asap menyatu dengan tubuh kami. Meskipun belum makan apapun, kami benar-benar tidak lapar. Kami tidak tahu apa yang terjadi bila nantinya kami harus memakan sampah itu.
Salah satu teman kami, Vira, menguatkan nyali untuk mencicipinya. Katanya : PAHIT GETIR. Meskipun telah banyak dicampur garam yang super asin, cita rasa khas lendir bekicot tetap saja terasa.
Setelah semua makanan matang, dikumpulkan ke panitia dan kami bergiliran mencicipinya. Dari keempat masakan kelompok, masakan terenak yang kami cicipi adalah “kulub godong sepe” dan sate bekicot bakar.
Kami belajar satu hal, untuk memasak sea food yang berlendir, seperti bekicot, lebih baik dibakar, untuk menghilangkan lendirnya. Memasak ontong harus sampai lunak, dan memasak daun sayuran, lebih baik “dikulub”.
Setelah menikmati makanan Survival khas anak PA. Akhirnya makanan sehari-hari kami yang telah disita tadi pagi dibagi rata. Yang dulunya persediaan ini kami hanya tinggal 4, kini bisa jadi 6. Yang dulu tak bawa Energen, jadi dapet deh... Asyik...!!

Perasaan kami : Benar-benar merasa menyatu dengan alam, begitu liar. Karena makanan Survival hasil masakan kami itu benar-benar sesuatu yang baru bagi kami.


18.00 : Memasak mi, merapikan tenda

Hari sudah hampir gelap, namun masih cukup cahaya untuk merapikan bifak dan memasak mie. Rasanya, senang sekali bisa makan makanan seperti ini.


18.30 : Caving

Ada panggilan, “SISWA !!!”.... “SIAP !!!,” sahut kami seraya berlari menuju tenda panitia pertanda siap mengikuti kegiatan selanjutnya.
Dan yang selanjutnya itu adalah caving. Yaitu menjelajah gua. Namun karena tempat yang kurang memadai, dan karena di daerah Sumuran tidak ada gua, maka kami menggunakan rute sendiri.
Menghitung sudut tiap belokan dengan kompas. Kelompok kami maju pertama. Dan berhasil menyelesaikan 10 tikungan dengan baik. Kemudian kami kembali ke camp dan mengerjakan peta caving kami. Tapi tiba-tiba saja hujan turun. Sehingga kami diperbolehkan mengerjakannya di dalam bifak masing-masing.

Kondisi kelompok : Semua sehat.


21.00 : Tidur

Tidur kali ini jauh lebih nyenyak daripada kemarin. Di sini hawa udaranya lebih dingin, dan rintik-rintik hujan masuk ke dalam bifak kami menerobos celah antara ponco kami.
Bila kemarin di lembah kera kondisi bifak sangat pengap dan sempit, serta dikuasai suara kera. Namun disini bifak kami sangat dingin, dan suara bomb peledak untuk latihan tentara sempat mengganggu istirahat malam kami. Namun, tak lama kemudian, kami diselimuti angin malam dan rintikan hujan.

Hari Ketiga
Selasa, 29 Januari 2008

06.00 : Membersihkan diri di sumber, sarapan, dan senam pagi

Pagi ini kami bangun lebih siang daripada kemarin. Mungkin kakak-kakak senior juga menyadari bahwa tidur dalam suasana hujan gerimis memang sangat nyenyak.
Kemudian kami ke sumber untuk membersihkan diri, kemudian memasak mi, dan melakukan senam peregangan seperti kemarin.

Perasaaan kami : Diklatsar yang menyenangkan setelah cukup istirahat, rasanya kami tak ingin diklatsar ini berakhir.


07.30 : Evaluasi Caving

Kami diajari Kak Syaiful cara membuat peta yang benar. Ternyata peta kami masih salah kaprah. Atah utara ada di titik 0° dan tiap belokan harus diberi back azimut. Dan kami mengerjakan peta kami tidak seperti itu.
Sehingga kami diberi kesempatan kedua untuk mengerjakan peta itu lagi. Namun kami kurang teliti dalam menentukan sudut. Sudut yang kami gambar melenceng beberapa derajat. Sehingga kami disuruh untuk melakukan beberapa set sebagai hukumannya.


10.00 : Materi dasar-dasar prusik

Kami diajari cara mengikat tali prusik ke karmentel , dan memasang webbing. Kemudian salah satu perwakilan dari tiap kelompok diperbolehkan untuk mencoba prusik di pohon beringin besar yang ada di Sumuran.
Tapi ternyata tali karmantel yang dibawa panitia adalah tali dinamis, yaitu tali yang kelenturannya antara 9-13 % dari benan. Tali ini biasanya digunakan untuk turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, misalnya repling.
Namun tali yang seharusnya digunakan untuk prusik adalah tali elastis. Yaitu tali yang kelenturannya antara 2-6 % dari beban. Sehingga memudahkan pemanjatan keatas. Namun sayangnya, panitia tidak membawa tali elastis. Sehingga terpaksa kami tidak jadi melakukan prusik.
Sebagai gantinya, kami diajari kak Fifi berbagai simpul, misalnya simpul mati, simpul 8, dan simpul 9, serta simpul pangkal.


11.00 : Makan spagheti dan luluran

Kami berkumpul membentuk satu lingkaran dan disuruh mencicipi makanan hasil buatan kakak-kakak senior. Mereka menyebutnya spagheti yang tak dijual di restaurant manapun. Ketika kami melihatnya, walaupun tampaknya tak begitu parah, tapi ternyata rasanya sangat enek. Ketika sendokan pertama itu masuk kedalam kerongkongan kami, rasanya seperti ingin kami muntahkan. Tapi ya apa boleh buat. Daripada kami harus menjilat kembali muntahan kami di tanah yang basah itu, lebih baik kami biarkan saja makanan itu masuk ke perut kami dan bercampur aduk membentuk suatu kesatuan. He... he... he... akhirnya 1 rantang penuh spagheti itu habis kami lahab.
Selain air asin yang bercampur garam kasar, kami juga merasakan sisa-sisa spagheti itu yang bercampur air, kami sendoki dan menjadi hidangan penutup spesial kami.
Setelah itu kami bergandengan tangan dan memejamkan mata sambil menyanyikan lagu-lagu yang juga kami nyanyikan saat upacara pembukaan. Rasanya benar-benar terharu. Kami sadar bahwa Himpas’k adalah keluarga kami. Tak henti-hentinya tetes air mata keluar dari pelupuk mata kami.
Kami senang punya Himpas’k, bila kami tidak menemukan keluarga di rumah, maka teman-teman inilah keluarga baru kami.

Komentar : Spagheti itu benar-benar tak bisa diceritakan.

Setelah itu, kami juga berlari-lari dan merayap di lumpur. Kemudian me-make up teman kami dengan lumpur dan meng-cream bath rambut teman kami dengan lumpur. Benar-benar coklat.


12.30 : Upacara pelantikan Anggota Himpas’k

Dengan balutan coklat alam yang mulai mengeras di kulit kami, kami menjalani upacara pelantikan. Yang paling berkesan dari upacara itu adalah SCRAF. Ternyata selembar scraf itu sungguh sulit mendapatkannya. Kami akan menjaga scraf itu baik-baik.


13.00 : Membongkar bifak, Pulang..!!

Setelah jebur-jeburan di sumber, dan memeluk kakak-kakak senior untuk berbagi lumpur, kami membongkar tenda dan berkemas pulang. Kami diberi stiker dan pulang dengan truk dalam hujan.
Setelah 3 hari ditempa dalam diklatsar, hujan seolah sahabat kami. Kami tak lagi menganggapnya musibah, melainkan segala yang diberikan alam merupakan berkah...